Mendidik dengan Kekerasan? Mengupas Tuntas Hukum, Batasan, dan 5 Metode Pendidikan Islam Menurut Kajian Hadits Tematik
Mendidik dengan Kekerasan? Mengupas Tuntas Hukum, Batasan, dan 5 Metode Pendidikan Islam Menurut Kajian Hadits Tematik
Isu seputar pendidikan dan penindakan terhadap kesalahan siswa, terutama yang melibatkan kekerasan fisik, kerap menjadi diskusi hangat dan memicu pro-kontra di kalangan masyarakat, pendidik, dan orang tua. Fenomena ini mengangkat pertanyaan mendasar: Apakah boleh mendidik dengan kekerasan?.
Berikut akan dibahas secara mendalam bagaimana syariat Islam memandang peran pendidik—baik guru maupun orang tua—dalam membentuk karakter generasi. Pendidik memiliki tugas vital untuk mengawal pembentukan kepribadian Islam (saksiah islamiah), bukan sekadar transfer ilmu atau pemberian nilai.
Meskipun menegur kesalahan adalah bagian dari pendidikan yang memang harus dilakukan, Islam memberikan panduan jelas mengenai cara yang benar agar tujuan mulia pembentukan karakter tercapai tanpa melanggar syariat.
Prinsip Pokok: Kelemahlembutan sebagai Fondasi Pendidikan
Dalam Islam, prinsip dasar atau pokok dalam mendidik adalah kelemahlembutan (Rifqi), sedangkan ketegasan atau hukuman adalah hal cabang.
Hal ini didasarkan pada hadis di mana Nabi Muhammad SAW menegur Aisyah RA. ketika Aisyah membalas perkataan kasar orang Yahudi dengan kalimat kutukan yang keras. Nabi SAW bersabda, "Hendaklah engkau bersikap lembut dan jauhilah kekerasan dan perkataan yang kasar".
Kelemahlembutan harus menjadi kerangka utama, bahkan ketika hukuman harus diberikan. Hukuman bukan dalam rangka melampiaskan emosi, balas dendam, atau membuat peserta didik menderita, melainkan harus tetap dalam kerangka arif dan kelemahlembutan.
Lima Metode Mendidik yang Harus Dipadukan
Untuk membentuk karakter yang kokoh, Dr. Abdullah Nasih Ulwan dalam Tarbiyatul Aulad Fil Islam (Pendidikan Anak dalam Islam) memaparkan lima unsur metode pendidikan yang harus dipadukan, bukan dipilih salah satu:
-
Mendidik dengan Keteladanan (Uswatun Hasanah). Nabi Muhammad SAW adalah suri teladan terbaik (uswatun hasanah). Dalam dakwah dan pendidikan, lisanul hal (contoh perbuatan) lebih kuat dan lebih membekas dalam memori daripada sekadar ucapan. Pendidik harus berusaha mencontohkan kebaikan, seperti istiqamah salat berjamaah, semangat keilmuan, dan adab yang baik.
-
Mendidik dengan Pembiasaan (Habits). Pendidik harus membuat rekayasa kegiatan dan rutinitas yang mengarah pada kebaikan, sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki gorizah tadayun (naluri beragama). Karakter atau akhlak terbentuk karena adanya pembiasaan dan repetisi yang berulang, bukan hanya karena penyampaian materi ceramah. Contohnya adalah membiasakan salat tepat waktu, makan dengan tangan kanan, dan menjaga kebersihan.
-
Mendidik dengan Nasihat. Nasihat adalah menyampaikan kebenaran dan menegur kesalahan. Nasihat harus disegerakan ketika melihat kemungkaran, sebagaimana sabda Nabi SAW untuk mengubah kemungkaran. Nasihat perlu disesuaikan uslub (cara) penyampaiannya berdasarkan objek (anak-anak, remaja, dewasa), bisa melalui kisah, analogi, dialog, atau instruksi langsung yang tegas (misalnya, melarang makan dengan tangan kiri).
-
Mendidik dengan Pengawasan dan Perhatian (Controlling). Pengawasan ini sejalan dengan perintah Allah SWT: "Jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka". Pengawasan (controlling) memastikan bahwa pendidik dapat segera menegur atau mengarahkan ketika melihat adanya kelalaian atau kesalahan, bahkan pada hal-hal kecil seperti lupa memakai peci.
-
Mendidik dengan Hukuman. Hukuman adalah langkah terakhir (hak terakhir) yang diambil setelah semua tahapan edukasi, penyadaran, dan teguran lisan tidak efektif. Hukuman harus bertujuan mendidik dan memperbaiki kesalahan, bukan menyiksa.
Batasan dan Kaidah Hukuman Fisik (Pukulan)
Hukuman yang diberikan oleh sekolah atau orang tua berbeda dengan hukuman negara (hudud atau qisas). Pukulan (kekerasan fisik) bukanlah hukum asal dalam pendidikan; jikapun ada, ia bersifat darurat dan menjadi langkah paling ujung setelah semua upaya pendisiplinan gagal.
Islam menetapkan kaidah yang ketat mengenai pukulan:
-
Tidak Memukul dalam Keadaan Marah. Pukulan harus didasarkan pada pertimbangan pendidikan (pukulan pendidikan), bukan amarah atau pelampiasan emosi. Jika marah, pendidik tidak dapat mengontrol tindakannya dan cenderung menyakiti.
-
Tidak Memukul Area Vital. Dilarang memukul area seperti wajah, kepala, dada, dan perut. Nabi SAW bersabda, "Jangan memukul wajah" (Wala tadribil wajha). Memukul wajah secara psikologis dapat merendahkan harga diri dan menimbulkan dendam, sementara secara medis dapat membahayakan.
-
Harus Bertahap dan Tidak Menyakitkan Pukulan harus bertahap, tidak langsung keras, dan tidak boleh sampai menimbulkan bekas atau berdarah. Tujuannya agar anak mengerti bahwa perbuatan itu salah.
-
Batasan Usia (Di atas 10 Tahun), Pukulan hanya dibolehkan untuk anak yang berusia 10 tahun ke atas dan itupun dalam konteks yang sangat krusial, seperti tidak melaksanakan salat. Untuk kesalahan lain di luar ibadah pokok, pendidik harus lebih berhati-hati.
-
Dilakukan oleh Pendidik Langsung. Hukuman pukulan harus dilakukan langsung oleh guru atau orang tua, tidak boleh menyuruh orang lain (misalnya teman sekelas atau saudara) untuk melakukannya, karena hal ini dapat menimbulkan dendam dan permusuhan.
Penutup: Mengutamakan Kepala Dingin dan Kolaborasi
Apabila seorang pendidik sudah merasa jengkel atau marah dengan sikap anak didik, sikap yang harus diutamakan adalah sabar dan menahan amarah (la taghdab). Tindakan penjatuhan sanksi harus dilakukan dengan kepala dingin, terukur, dan sesuai kaidah pendidikan Islam.
Sebaiknya, lembaga pendidikan modern (sekolah atau pesantren) menghindari opsi hukuman berupa pukulan karena berpotensi memicu rasa takut dan trauma. Jika pelanggaran tidak dapat ditangani lagi, lebih baik mengembalikannya kepada orang tua daripada menimbulkan dampak negatif.
Penting juga untuk diingat bahwa pendidikan yang berhasil memerlukan kolaborasi dan kerja sama antara pihak sekolah/guru dan orang tua, karena pembentukan karakter (adab dan akhlak) seharusnya sudah dimulai secara basic di rumah sebelum anak diserahkan ke lembaga pendidikan.
Kata Kunci Utama: Pendidikan Islam, Mendidik dengan Kekerasan, Hukuman dalam Islam, Hadits Tematik, Karakter Islami, Nutrisi Ruh.
Post a Comment