Pembelajaran Mendalam: 6 Hal Mengejutkan yang Perlu Diketahui Setiap Guru
Table of Contents
Setiap kali ada kebijakan atau istilah pendidikan baru, keresahan di kalangan guru adalah hal yang wajar. "Apakah ini beda lagi?" atau "Apakah materinya akan disederhanakan lagi?" adalah pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul, seperti yang terungkap dalam banyak diskusi. Namun, "Pembelajaran Mendalam" (PM) ternyata bukanlah sekadar jargon baru, melainkan sebuah pendekatan yang membawa gagasan-gagasan mengejutkan dan berpotensi mengubah cara kita memandang pengajaran. Berikut adalah enam hal yang perlu diketahui setiap guru tentang Pembelajaran Mendalam.
1. Ini Bukan Kurikulum Baru, Tapi Pergeseran Pola Pikir
Hal pertama yang perlu diluruskan: Pembelajaran Mendalam (PM) bukanlah kurikulum baru yang datang untuk menggantikan Kurikulum Merdeka. Sebaliknya, PM adalah sebuah pendekatan pembelajaran. Naskah Akademik yang menjadi landasannya menegaskan bahwa PM berfungsi sebagai fondasi untuk memperdalam praktik yang sudah ada, melanjutkan gagasan dari era CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) hingga PAKEM. Namun, tujuannya bukan sekadar melanjutkan, melainkan untuk "menguatkan" praktik-praktik baik yang sebenarnya sudah banyak guru lakukan. Ini adalah sebuah afirmasi bahwa fokusnya bukan menambah aturan baru, melainkan memberikan fleksibilitas kepada guru untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih dalam dan bermakna.
2. Piramida Terbalik: Guru Kini Menjadi Pusat Inovasi
Salah satu gagasan paling radikal dalam PM adalah konsep "Sistem Dibalik". Model ini membalik piramida hierarki tradisional dalam dunia pendidikan. Jika selama ini guru berada di posisi paling bawah sebagai pelaksana kebijakan, model baru ini menempatkan guru di puncak sebagai "sumber inovasi dan sumber informasi untuk kebijakan". Ini bukan sekadar perubahan bagan organisasi; ini adalah pergeseran fundamental kekuasaan dan kepercayaan, yang mengakui bahwa inovasi sejati lahir dari pengalaman praktis di ruang kelas, bukan dari rapat kebijakan yang jauh dari realitas. Peran guru diubah dari sekadar pelaksana menjadi pusat dari transformasi pendidikan.
3. Profil Pelajar Pancasila Berevolusi Menjadi 8 Dimensi Profil Lulusan
Kerangka Pembelajaran Mendalam memperkenalkan evolusi dari 6 Dimensi Profil Pelajar Pancasila menjadi 8 Dimensi Profil Lulusan. Perubahan ini dirancang untuk menjawab tantangan masa depan dengan lebih komprehensif. Kedelapan dimensi tersebut adalah:
1. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Kewargaan
3. Penalaran kritis
4. Kreativitas
5. Kolaborasi
6. Kemandirian
7. Kesehatan
8. Komunikasi
Evolusi ini memiliki alasan yang kuat. Penambahan dimensi Kesehatan bukan hanya tentang fisik, melainkan mencakup kesehatan jasmani dan rohani, atau yang dikenal dengan konsep well-being. Sementara itu, dimensi "Gotong Royong" dipecah menjadi Kolaborasi dan Komunikasi karena kemampuan berkomunikasi kini dipandang sebagai kompetensi kritis yang harus dikembangkan secara eksplisit, tidak lagi hanya sebagai bagian dari kerja sama.
4. Tiga Prinsip Ajaib: Sadar, Bermakna, dan Gembira (Tapi Tidak Seperti yang Anda Kira)
Pembelajaran Mendalam ditopang oleh tiga prinsip inti yang sederhana namun mendalam: Berkesadaran (mindful), Bermakna (meaningful), dan Menggembirakan (joyful).
• Berkesadaran: Ini berarti siswa secara sadar tahu apa tujuan belajarnya, apa yang sudah ia kuasai, dan—yang terpenting—apa yang belum ia kuasai. Kesadaran ini menumbuhkan motivasi intrinsik untuk mengisi celah pemahaman tersebut.
• Bermakna: Menekankan pentingnya menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata siswa. Contoh sederhananya, saat belajar kimia tentang hidrokarbon, siswa langsung bisa mengaitkannya dengan pengalaman "mengisi bensin di pom bensin".
• Menggembirakan: Bukan sekadar ice breaking atau suasana yang "have fun". Kegembiraan di sini adalah tentang kepuasan saat berhasil menaklukkan tantangan atau mengalami momen "aha!". Seperti saat siswa yang awalnya takut presentasi akhirnya berhasil tampil di depan kelas—itulah kegembiraan yang sesungguhnya.
5. Cetak Biru Pembelajaran dalam Tiga Langkah: Memahami, Mengaplikasi, Merefleksi
PM menawarkan kerangka pengalaman belajar yang jelas dalam tiga tahapan:
• Memahami: Tahap ini lebih dari sekadar "tahu". Siswa diajak memahami tiga jenis pengetahuan sekaligus: pengetahuan esensial (konsep inti dari kurikulum), pengetahuan aplikatif (kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari), dan nilai/karakter yang bisa dipetik dari materi tersebut. Konsep ini terdengar teoretis, namun Prof. Yuli memberikan contoh nyata di kelasnya saat mengajar kimia. Pengetahuan esensial-nya adalah struktur kimia polimer. Pengetahuan aplikatif-nya adalah bagaimana polimer berkaitan dengan plastik yang kita gunakan setiap hari. Sedangkan nilai/karakter-nya adalah menumbuhkan kesadaran akan dampak sampah plastik terhadap lingkungan.
• Mengaplikasi: Di tahap ini, siswa menggunakan pengetahuan yang telah mereka pahami untuk memecahkan masalah dalam konteks baru atau studi kasus. Mereka tidak lagi hanya menerima informasi, tetapi aktif menggunakannya.
• Merefleksi: Refleksi dalam PM jauh lebih dalam dari sekadar bertanya "bagaimana perasaanmu hari ini?". Ini adalah proses self-assessment di mana siswa secara sadar mengevaluasi ketercapaian tujuan belajarnya. Praktik di Australia menunjukkan siswa menempel stiker pada rubrik penilaian untuk menandai sendiri di level mana pemahaman mereka berada.
6. Fokus pada Kedalaman, Bukan Beban Tambahan
Kekhawatiran terbesar guru adalah penambahan beban kerja. Kabar baiknya, PM justru dirancang untuk mengurangi beban tersebut dan mengatasi masalah burnout. Ada dua gagasan utama yang mendukung hal ini:
• Naskah Akademik secara eksplisit merekomendasikan untuk mengurangi beban administrasi guru dan meninjau kembali kewajiban mengajar 24 jam tatap muka. Waktu guru bisa dialokasikan untuk kegiatan lain yang mendukung PM, seperti kolaborasi dan perencanaan mendalam.
• PM mendorong kolaborasi antar guru mata pelajaran. Alih-alih setiap guru memberikan proyek masing-masing yang membebani siswa, beberapa guru bisa berkolaborasi membuat satu proyek besar bersama.
Gagasan ini saling terkait. Dengan berkurangnya beban administrasi dan tuntutan 24 jam tatap muka (amanat Naskah Akademik), guru akan memiliki waktu dan energi yang dibutuhkan untuk melakukan perencanaan kolaboratif mendalam seperti yang dicontohkan di Australia (cerita Prof. Yuli). Ini adalah janji untuk membuat profesi guru lebih berkelanjutan.
Siapkah Kita untuk Belajar Lebih Dalam?
Pembelajaran Mendalam bukanlah sekadar jargon baru yang harus dihafal. Ini adalah sebuah undangan bagi kita semua untuk merefleksikan kembali esensi dari mengajar: menciptakan pengalaman belajar yang benar-benar melekat di benak dan hati siswa. Setelah melihat gagasan-gagasan ini, pertanyaan terbesarnya bukanlah "apa itu Pembelajaran Mendalam?", melainkan "bagaimana kita bisa mulai menerapkannya, sekecil apa pun, di ruang kelas kita besok?"
Posting Komentar